"Sorting" dan "Collecting" Primadonanya EBT Sampah

Masih menitikan asa dan cerita untuk sedikit demi sedikit berbagi bahasan ringan tentang Energi.

Kali ini masih belum beranjak menarikan jari jemari untuk menceritakan tentang Sampah dan penanganannya yang tepat dan tidak menyerempet pada polemik di Indonesia. Padahal ya kalau ditanya kepada setiap individu, Mau sehat atau enggak? Pasti serentak jawabannya tanpa ragu dan harus menggunakan pilihan bantuan “fifty-fifty” atau “call the friend” adalah Mau. Tapi ketika pertanyaan berlanjut keberikutnya, Mau atau sudahkan menjalani hidup sehat? Tanpa ragu pula menjawab Mau dan Sudah, namun hampir 60% tidak diiringi dengan tindakan yang nyata. Kenapa bisa berasumsi seperti itu? Ya bayangkan aja, salah satu impact dari hidup sehat itu adalah selalu menjaga lingkungan agar tetap bersih, baik lingkungan yang sehari-sehari kita mengorbit kepada sumbu tempat tinggal Kita, ataupun lingkungan yang hanya sekedar lewat. Slogan-slogan dan stiker-stiker serta rambu-rambu tentang ajakan untuk menjaga kebersihan dan larangan membuang sampah sembarangan padahal sudah terpampang nyata di setiap sudut strategis di masing-masing wilayah. Tapi ya itu tadi, pola hidup simple bin praktis yang terkadang membuat masyarakat seolah men-“skip” dan menjadikannya paradigma yang sudah mengakar untuk sulit membuang sampah pada tempat yang disediakan.

Tapi tenang bahaya Sampah bukan cuma di Indonesia saja kok, jadi kalau kita ngerasa solusi yang tepat untuk menghindari bahaya sampah dengan mengganti kewarganegaraan ya itu bukan solusi yang pas…hehehehe. Semua Negara di Dunia pun tak terkecuali di semesta lainnya apabila ada kehidupan, ya Sampah itu tantangan. Yang menjadikannya berbeda-beda dampak, ada yang Sampah itu dampak bom waktunya kecil ada juga yang merasa sumbu bom waktunya sebentar lagi meledak di tiap Negara, Pulau, Propinsi bahkan satu spot kelurahan ya itu, si orang-orang yang menghuni wilayah itu.

Nah di cerita ini, kita gak usah langsung gamblang menjustifikasi cara A baik untuk mereduksi sampah, cara B impact ke lingkungan jadi makin kotor, cara C bisa mengoptimalkan energi yang ada dan bla-bla, kalu sudut pandangnya berbeda-beda orang, ya gak akan ada habisnya kritikan dan masukan.

Kita akan sedikit jalan-jalan keluar melihat tata pengelolaan sampah di Negara-negara maju.

1. Jepang

Kondisi pagi hari sampah kota Jepang
Ngeliat poto di atas pasti gak percaya kan kalau itu di Jepang. Bayangannya Jepang itu gak ada tumpukan-tumpukan sampah di sudut-sudut gang ya…hehe jangan salah pemandangan ini juga ada kok di Jepang, tapi bedanya dengan di Indonesia khususnya tempat aku saat ini Jatinegara ya itu, sampah-sampah kaya gitu di jepang sudah terpilah secara khusus sesuai kebijakan pemerintahnya dan pemandangan kaya gini tuh cuma di pagi hari dan bisa dipastikan dari pengalaman Aku di atas jam 12 (selain musim dingin ya) sudah bersih seperti semula. Keren ya,, jadi ya itu sinergis Pemerintah, Masyarakat biasa dan aktivis.
Regulasi penangan limbah sampah
menurut jenisnya

Jadi gini pemirsa…kita jangan pesimis kalau Indonesia gak bisa ngikutin Jepang masyarakatnya dalam proses pilah-pilah sampah sebelum di buang karena ternyata tradisi ini bukan sudah mendarah daging di masyarakat Jepang dari jamannya “Samurai dan Ninja”. Ini masih hangat lho kaya tahu bulat yang digoreng dadakan,,hehehe, baru sekitar 20 tahunan ke belakang. 
Di era 1960 – 70 an kepedulian masyarakat jepang itu masih kaya kita tahun-tahun ini, masih rendah dalam pembuangan dan pastinya pengelolaan sampah, ya mungkin bisa dilonggarkan karena pada tahun itu Jepang lagi mencoba bangkit lagi menjadi Negara industry, jadi mereka kurang bisa memfokuskan kepeduliannya ke lingkungan. Pemerintah Jepang mulai terdesak dan kesadarannya tefokuskan kepada sampah ketika gerakan masyarakat peduli lingkungan “Chonaikai” merembik di berbagai kota Jepang. Masyarakat yang menggalakkan dalam pengolahan sampah yang menganut 3R (Reduce,Reuse, Recylcle). Di tambah dengan kasus-kasus yang bahaya yang mulai “happening” yang cukup booming adalah tragedy pabrik chisso Minamata, tercatat 1700 korban meninggal akibat buangan merkuri ke lautan yang tidak terstandarisasi. Dan barulah di pertengahan tahun 2000, UU mengenai masyarakat Jepang yang berorientasi Daur Ulang atau Basic Law for Promotion of The Formation of Recycling Oriented Society disetujui oleh seluruh parlemen jepang. Nah baru kan,, tapi kok sukses ya? Ada 3 rahasianya menurut ku, yaitu tingginya prioritas masyarakat pada program daur ulang, bermunculan tekanan sosial antar masyarakat Jepang apabila tidak membuang sampah sesuai aturan, dan yang terakhir memasifkan dan mengagresifkan program edukasi di usia dini. Nah itu tuuuuh kuncinya,,, InsyaAllah kalau mau dimulai dari diri sendiri kalau ikhlas impactnya besar. 
Dimulai dari “sorting” dan “collecting” di Jepang, sehabis itu sampah yang sudah sesuai spesifikasi dan klasifikasinya dapat diatur kembali peruntukkannya

Itu sesama Asia, nah Bagaimana denga eropa?

2. Jerman
Salah satu Negara yang ingin saya singgahi setelah Perancis. Untuk di jerman sendiri dalam penanganan sampah, pemerintahnya bekerjasama DSD/AG Dual System Germany Co. jadi setiap perusahaan-perusahaan (plastic,kertas, botol dan metal dsb) dikenakan aturan untuk membiayai DSD yang bertanggung jawab nantinya dalam memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas perusahaan tersebut…wiiih ini lebih keren, jadi yang siap bertanggung jawab ya si orang kaya (orang yang punya perusahaan).

Incinerator plant Jerman

Sebelum tercetusnya ide di atas, jadi awalnya sejak 1972 itu pemerintah Jerman sudah melarang sistem sanitary landfill karena mengakibatkan kerusakan tanah dan otomatis rembesannya mencemari air tanah dong. Setelah diberlakukannya no sanitary landfill, hampir terdata 50.000 tempat sampah yang tidak terkontrol, namun dengan pengawasan dan ketegasan pemerintah kini hanya 400 tempat pembuangan akhir). Proses yang dilakukan saat itu setelah proses “sorting” dan “collecting” tentunya kemudian di beberapa sampah berupa slag dibakar di incinerator yang kemudian beberapa hasil pembakaran dikonversikan sebagai bahan kontruksi jalan.
Di tahun 1996 produksi kompos dan biogas menjadi massal dan mulai operasi produksinya hampir sekitar 40.000 ton sampah organic berhasil intens disulap menghasilkan kompos pertahunnya dan gas yang tercipta dapat memberikan dampak positif listrik bagi 2000 – 3000 rumah.

3. Inggris

Inggris ini merupakan salah satu Negara yang sangat jetleg kali yah pabila orang Indonesia khususon Aku menetap di sana… kenapa coba? Ya disana itu segalanya diatur tertulis dan mesti procedural, bayangin aja hampir setiap rumah ditiap distrik itu sama bentukannya mungkin bisa dibilang yang ngebedain itu si nomer rumah yang terpampang di beranda depan. Ketutupan sesuatu dikit, jangan salahkan kalau kita bisa salah rumah…wkwkwkwk

Di Inggris itu peraturan step by step peraturan turun kemasyarakat kecil ada dewan pimpinannya. City Council ya inilah dewak untuk kawasan perkotaan. Segala sesuatu yang beririsaan dengan kota itu kita kudu manut sama si City Council itu. Dari hal yang paling sepal sekalipun seperti memperbaiki pagar rumah kita yang rusak…ish…ish…ish kalau di Indonesia ada beginian sanggup gak ya masyarakatnya…hehehe… nah sekarang apa sambungannya ke sampah? Ya si City Council ini jugalah yang mengelola Council Tax (Pajak) yang peruntukkan oleh pemerintah local setempat untuk memenuhi kebutuhan local seperti perbaikan jalan sampai pengelolaan sampah.
Konsepnya ya sederhana banget, dari uang-uang pajak yang dibayarkan warga setempat dibelanjakan untuk pengadaan tempat sampah beroda, pengangkutan sampah yang terjadwal dan juga pengelolaanya.

Secara umum, tempat sampah beroda yang disediakan itu 2 jenis warna, yaitu hijau dan biru. Dimana warna hijau dipakai untuk membuang sampah rumah tangga, organik dan beberapa sampah yang tidak dapat didaur ulang. Nah sedangkan yang berwarna biru digunakan untuk sampah yang dapat didaur ulang, tapi ada aturan tersendiri ya, seperti botol plastic harus dicuci bersih dan tutupnya dikumpulkan dalam satu wadah kemudian dipenyet. Jika tidak tempat sampah kita akan dibiarkan menumpuk sampahnya.


Yaps lagi dan lagi proses pilah-pilah sampah sebelum dibuang (sorting) dan proses pemilahan sebelum masuk ke pengolahan sampah yang sesuai (collecting) juga menjadi trademark di Inggris.
Setelah sampah terkumpul sesuai jenisnya… tempat sampah berwarna hijau akan dikirimkan ke landfill atau tempat pembuangan akhir yang cukup jauh dari perumahn agar proses pembusukan tidak menjadi masalah dengan warga berdekatan. Kemudian sebagian lagi dimusnahkan dengan cara dibakar dengan incinerator yang juga menghasilkan uap untuk pembangkit listrik pastinya.

Nah itu beberapa proses pengelolaan sampah di negara-negara maju, mulai dari asia yang dicontohkan oleh jepang sampai beberapa negara eropa yang hampir seluruhnya mengadopsi atau memviralkan terlebih dahulu pentingnya sorting dan collecting baru kemudian di pantaskan pengolahan yang tepat...
Apakah ini bisa juga dilakukan di Indonesia ? Pemilahan sampah sudah mulai diinisiasi oleh berbagai elemen masyarakat, salah satunya ditjen EBTKE, serta lembaga swadaya gerakan peduli sampah. Namun tampaknya masih belum.cukup, pemasukan ke dalam kurikulum pendidikan menjadi kewajiban yg harus dilakukan agar mempersiapkan generasi yang akan datang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sesederhana Kopi dan Roti

Mau Dibawa Kemana Listrik Indonesia? (Episode : "Pengendali Udara")

Ketika Panas (Bumi) Jadi Anugerah Negeri