Menyoal Kilas Balik dan Masa Depan Mobil Listrik
Bangun
tidur pagi ini alih-alih pengen melanjutkan edisi exercise yang jadwalnya sudah
terpampang besar nempel di dinding kamar, eh terlalu dan lupa kalau sepatu
untuk lari belum ada yang kering… grusak grusuk ingin mencari kegiatan
berkeringat, malah teringat dentuman lagu di monas saat CFD diiringi para
zumba-er (hehe orang yang suka Zumba namanya apa sih…) khusyuk cari-mencari gerakan dan lagu yang
mudah diikuti di youtube…eng ing eng,,eh mata malah tertarik dengan
thumbnail youtubenya Bang Raditya Dika (Bang Radit.red) yang berjudul “InilahMobil Listrik Paling Mewah”. Pupuslah sudah niat bijakku untuk berolahraga. Saking
keasyikan nonton malah meneruskan tautan-demi tautan rekomendasi yang
berkaitan dengan topik bahasan yang hampir sama dengan isi kontennya Bang
Radit. Tanpa disadari si jari-jemari ini malah sok-sok-an cari-cari referensi
berita tentang mobilnya dan kursor membawaku mengembara kemana-mana.
Tesla,
yaps itulah brand mobil listrik yang Bang Radit gunakan. Tesla ini sebenarnya
bukanlah pemain pertama yang fokus mengembangkan mobil listrik di dunia. Bahkan
jika dibandingkan dengan Toyota yang sangat terkenal khususnya di Indonesia (di
tiap sudut kota pasti terparkir mobil dengan merek-an ini), si Toyota ini
pernah mendapatkan perhatian lebih untuk memproduksi mobil listrik pertamanya
di tahun 1997, kemudian di tahun 2003 Toyota berhasil “memamerkan” dan
memasarkannya di masyarakat luas (di luar negeri pastinya) dengan model Toyota
RAV4EV. Aku kurang faham dengan pasarnya di Indonesia tahun itu, karena
di umur-umur segitu, aku lagi fokus memarut kelapa untuk membantu Ibuku membuat
nasi uduk yang nantinya akan di jual kakakku di sekolahnya SMAN 34.
Balik
maning nang Tesla… di awal pendiriannya pada tahun 2003 oleh 2 orang insinyur
otomotif Amerika Serikat sebenarnya Tesla ini dikhusukan untuk mengembangkan
mobil sport elektrik yang berkecepatan dan bertorsi tinggi. Nama Tesla ini
mereka adopsi sebagai bentuk penghargaan kepada salah seorang insinyur dan
fisikawan penemu konsep motor induksi medan-magnetik. Siapa hayooo?? Hehehe
pasti dah pada tahukan, yap benul Nikola Tesla. Di awal kemunculannya pada
tahun 2008 dikancah persaingan mobil listrik, Tesla mengeluarkan produk
peranakan pertamanya dengan jenis Tesla Roadster atau biasa disebut “game
charger”.
Lalu
bagaimana dengan perkembangan mobil listrik di Indonesia? Ada yang tahu?? Betul-betul-betul
(upin-ipin mode : on). Di tahun 2012 sempat "seksi" apalagi tepatnya pertanggal 1 April, Pemerintah
itu sudah mengucurkan sekitar 100 milyar rupiah untuk dilakukannya riset mobil
listrik. daaaan lagi-lagi kemudahan itu disokong dengan penegasan pemerintah
memberikan remisi atau kebebasan pajak (non-pajak) per tanggal 10 Juni 2013. Resmi
2 hari setelah penegasan pemerintah, Zbee dari Swedia membuka pabrik kendaraan
listrik dengan nama PT Lundin Industry, letaknya berada di Kota Banyuwangi,
Jawa Timur. Awal pendirianya mereka menargetkan produksi minimal 100.000 unit
per tahun.
Loh…loh…loh…
dari tahun 2013 sudah ada hasil risetnya, tapi kenapa belum kerasa impactnya di
Indonesia? Yaps mungkin inilah kemanjaan dan keterbuaian masyarakat Indonesia
akan paradigma kalau mobil bertenagakan fossil masih seksi disokong dengan
Bahan Bakar Fosil (Premium) yang masih disubsidi pada tahun itu, oleh karenanya
pengembangan mobil listrik di kala itu belum terlalu booming karena tidak
menguntungkan.
Disekitaran
masyarakat awam seperti Aku. Desas-desus mobil listrik mulai santer terdengar
di tahun 2013 bukan karena produksi dan penggunaanya di jalan-jalan Jakarta
khusunya, tapi karena pemberitaan 5 Januari 2013… ada yang masih ingat? Berita mengenai
kecelakaan mobil listrik saat proses ujicoba yang dilakukan oleh Mentri BUMN
saat itu Pak Dahlan Iskan.
Proses pengeluaran Pak Dahlan sesaat setelah kecelakaan ujicoba mobil listrik (sumber : viva.co.id) |
Bukan
mau fokus ke kronologi kecelakaannya, tapi kepengen flashback dan bertinta…
ternyata eh ternyata secara tak kasat mata (hehehe mungkin yang lain sudah pada
tahu kali ya, Cuma aku aja yang kudet (kurang update) tentang mobil listrik di
Indonesia, maklum dulu orientasinya kalau gak mampu beli di skip untuk
diperdalam…wkwkwkwk). DI tahun 2004 – 2008 sebenernya Pak Danet Suryatama sudah
memikirkan tentang “Si Lumba-Lumba” atau yang kemudian dikenal sebagai Tucuxi,
sebuah mobil listrik produksi Indonesia yang masih dalam tahapan purwarupa dan
kemudian dikembangkan di Indonesia, mmmm ada yang tau kelanjutannya?? Diskusi yuk
di komen….
Booming
mobil listrik pun kembali terjadi tahun ini, sepulang dari lawatannya ke
Beijing, muncul foto Bapak Menteri ESDM bersanding dengan sebuah mobil listrik
warna kuning menghiasi media sosial dan juga website resmi Kementerian. Dari
situlah usulan berkembang, Menteri melaporkan ke Presiden, dan Presiden menyambut usulan ini dengan instruksi untuk menyiapkan regulasi dan sumber energi, sebagai
sumber bahan bakarnya.
Tampaknya
niat Pemerintah kali ini tidak main-main. Beberapa hari yang lalu Menteri ESDM
mengumpulkan stakeholder membahas Rancangan Peraturan Presiden tentang Program
Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Untuk Transportasi Jalan.
Keputusan
pemerintah sudah bulat, sekarang yang menjadi PR bersama adalah bagaimana
kendaraan listrik ini harus bisa maju untuk generasi masa depan, untuk
lingkungan hidup yang lebih baik, bisnis yang lebih baik, kemandirian energi, dan
hemat devisa. (forum menteri ESDM dan stakeholders sepakat usulkan larangan penjualan kendaraan non listrik tahun 2040)
penampakan mobil listrik saat acara Lintas Energi bertajuk Energy Sharing tentang Mobil Listik dengan EBTKE ESDM |
Dari
sisi regulasi udah, gimana teknisnya? Kementerian ESDM sendiri
mengklasifikasikan mobil listrik ini berdasar efisiensi dan emisi CO2 yang
dihasilkan, dimana semakin tinggi efisiensi maka emisi CO2 yang dihasilkan juga
semakin sedikit. Tingkat efisiensi dari ketiga jenis E-mobility diatas
ditunjukkan oleh perbandingan berikut: (Sumber di sini)
1.
Kendaraan Hybrid, menggunakan mesin konvensional yang tidak memiliki plug in
charging pada mobilnya dan masih menggunakan bahan bakar petrol pada umumnya.
Kendaraan hybrid turut menghasilkan listrik melalui passive charging pada mesin
konvensional. Emisi karbon CO2 yang dihasilkan berkisar antara 70-80 gram/km.
2.
Kendaraan Plug in hybrid, merupakan kombinasi antara mesin konvensional dengan
small electric motor dan small high voltage battery. Artinya kendaraan ini
masih bisa menggunakan bahan bakar petrol, namun juga menggunakan baterai
elektrik. Emisi karbon CO2 yang dihasilkan berkisar antara 45-50 gram/km.
3.
Electric Vehicle, kendaraan ini sudah menggunakan aliran listrik 100% dengan
menggunakan baterai elektrik yang perlu diisi ulang. Emisi karbon CO2 yang
dihasilkan berkisar 0 - 5 gram/km.
Yang
disasar kita adalah 100 persen listrik, namun alangkah baiknya bila pemerintah
jg memikirkan opsi kendaraan hybrid dan kendaraan plug in hybrid sebagai
jembatan menuju kearah sana. Kita lihat saja ke depan, dengan harapan mobil
listrik akan dapat berjalan sesuai apa yang dibayangkan masyarakat Indonesia.
Komentar
Posting Komentar