Mau Dibawa Kemana Listrik Indonesia? (Part 2)
Oke..… cerita tentang energi masih berlanjut hari ini…..
Ketika membuka laptop untuk mulai berselancar di jagad maya siang
ini, ramai isi twitter oleh aksi anak-anak Desa Tomuan Holbung, Kecamatan
Bandar Pasir, Asahan, Sumatera Utara yang sempat memuncaki trending topic
Indonesia (#ListrikNyalaDiTomuan), dulu dengan aksi viral minta desanya dialiri
listrik oleh Presiden Jokowi, dan sehari sebelum 17-an kemarin listrik dari PLN
sudah hadir disana. Kado manis HUT RI ke-72 untuk warga Desa Tomuan Holbung…. Merdeka !!!Ini bukti nyata, di saat yang tak tepat subsidi di sesuaikan tarifnya, eeh yang belum merdeka dari kegelapan, diberikan perhatian lebih agar tercipta #energiberkeadilan.... Mantap !!
#ListrikNyalaDiTomuan jadi trending topic twitter |
Uhuy….baru saja aku bilang di tulisanku
kemarin, kesulitan listrik PLN masuk ke daerah-daerah kebanyakan karena faktor alam, Desa Tomuan Holbung salah satunya. Ini dia berita tentang #ListrikNyalaDiTomuan.
Desa Tomuan Holbung termasuk beruntung karena sistem ketenagalistrikan di Pulau Sumatera
memang sudah cukup bagus dibandingkan wilayah lainnya, termasuk yang sudah
terintegrasi. PLN tinggal mengalirkan dari gardu induk-gardu induk yang ada ke
rumah penduduk melalui kabel bertegangan rendah. Mungkin tingkat kesulitannya
masih tingkat NORMAL kalau ibarat kita main di game2 android.
Yang menjadi masalah adalah, ketika di
suatu wilayah sistem ketenagalistrikannya masih belum sebagus di Jawa atau
Sumatera yang sudah terintegrasi. Ketika kabel bawah laut pun belum mampu
didirikan, entah karena jauhnya jarak maupun terbatasnya data untuk pembangunan
infrastruktur. Yah, sorry to say.... dana pemerintah memang terbatas.
Untuk Negara seluas
Indonesia dengan luas wilayah mencapai
sekitar 5,1 juta km2, terdiri dari 13.466 pulau (versi PBB, masih ada sekitar 4.000 pulau lagi
yang sedang didaftarkan ulang katanya), dan dengan
penduduk yang jumlahnya mencapai 263
juta jiwa di tahun 2016 ini, rasanya mustahil
mengandalkan dana dari APBN yang tiap tahunnya direbutkan untuk berbagai macam
urusan, dari yang sekedar urusan
perut sampai urusan antar negara-negara di dunia.
So, melanjutkan yang kemarin nih…. Ada
berbagai solusi yang dapat diambil untuk menerangi desa-desa yang terletak di
belahan Indonesia yang pelosok dan susah dijangkau dengan memanfatkan potensi
setempat dan kearifan lokal, apa saja itu? Simak yuk….mulai dari yang paling kekinian nih, kali ini kita bahas LTSHE dan PLTS, yang
sama-sama memanfaatkan matahari sebagai sumber energinya….
LTSHE
Apa sih ini? Ngejanya susah bener Bro…. L-T-S-H-E atau Lampu
Tenaga Surya Hemat Energi, ini yang
paling kekinian banget. Kalau kata Pemerintah, definisi
LTSHE ini adalah perangkat pencahayaan berupa lampu terintegrasi dengan baterai
yang energinya bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik.
Prinsip kerja LTSHE adalah energi dari matahari ditangkap oleh panel surya,
diubah menjadi energi listrik kemudian disimpan di dalam baterai. Energi
listrik di dalam baterai ini yang kemudian digunakan untuk menyalakan lampu.
LTSHE dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam.
LTSHE merupakan terobosan program untuk
menerangi desa-desa yang masih gelap gulita, yang jumlahnya mencapai lebih dari
2.500 desa di seluruh Indonesia. Paket program LTSHE antara lain mencakup panel
surya kapasitas 20 watt peak, 4 lampu Light Emitting Diode (LED), baterai,
biaya pemasangan, dan layanan purna jual selama tiga tahun. Informasi lengkapnya baca: Presiden Joko Widodo Terbitkan Peraturan Penyediaan LTSHE.
Memang agak pusing kalau cuma baca, untuk tau apa itu LTSHE ini bisa kita liat videonya di Youtube link berikut.
Jadi bentuk paketannya itu yaaaa….kotak sebesar TV di rumah rumah gitu, ada
panelnya (segede TV), adaptor penyimpan batre….nah dari adaptor ini, yang
nyimpen energi saat matahari bersinar terik, malemnya bisa dimanfaatin untuk
nyalain lampu, ngecas HP, dan aktivitas2 listrik yang menggunakan daya listrik
yang kecil. TV….mmmm….kayanya blm bisa yaaaa…..mungkin butuh panel yang lebih
gede lagi….
Sumber: https://jpp.go.id/ekonomi/industri/302255-hari-pers-nasional-di-ambon-menteri-esdm-serahkan-paket-lampu-tenaga-surya-hemat-energi |
Keuntungannya sih karna bentuknya kecil,
buat dibawa untuk dibagi ke daerah2 terpencil juga nggak susah. Tinggal
ditenteng, listrik bisa nyala di rumah. Nggak rumit pasangnya, tanpa biaya
tambahan dan sangat membantu saudara-saudara kita yang masih belum menikmati
listrik di pedalaman.
PLTS
Tentu sudah kenal dong dengan yang satu
ini, Pembangkit Listrik Tenaga Surya
disingkat PLTS. Versi besar dari LTSHE kah? Mungkin bisa dibilang seperti itu,
cuman bedanya, PLTS sedikit lebih rumit, nanti bisa kita lihat kerumitannya di
paragraf-paragraf selanjutnya. PLTS ini memang
investasinya mahal. Tapi operasional tidak membutuhkan biaya, hanya dibutuhkan petugas maintenance di lapangan
untuk memelihara, selain itu kita juga bisa mendukung
program green energy.
Sejak tahun 1970-an energi
surya ini mulai dilirik banyak negara di dunia. Di samping sumbernya yang tidak
terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak
lingkungan. Caranya tergolong sederhana dalam hal keteknisan, cahaya atau sinar
matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel
surya atau fotovoltaik.
Sebagai negara yang
dilewati garis katulistiwa, potensi energi surya di Indonesia sangat besar
yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan
masih sangat sedikit, padahal bila dikembangkan masive akan sangat luar biasa.
Tidak perlu lagi kita menirimkan BBM gunakan kapal untuk mereka yang jauh di
pedalaman.
PLTS yang paling banyak
dikembangkan di Indonesia adalah menggunakan teknologi fotovoltaik atau panel/sel
surya. Saat ini terdapat banyak teknologi pembuatan sel surya. Sel surya
konvensional yang sudah komersil saat ini menggunakan teknologi wafer silikon
kristalin yang proses produksinya cukup kompleks dan mahal. Secara umum,
pembuatan sel surya konvensional diawali dengan proses pemurnian silika untuk
menghasilkan silika solar grade (ingot), dilanjutkan dengan pemotongan silika
menjadi wafer silika. Selanjutnya wafer silika diproses menjadi sel surya,
kemudian sel-sel surya disusun membentuk modul surya. Tahap terakhir adalah mengintegrasi modul
surya dengan BOS (Balance of System) menjadi sistem PLTS. BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam sistem PLTS seperti
inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain. (Baca: Pemanfaatan Matahari untuk PLTS di Indonesia )
Sumber: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/19/nk09ib-tahun-ini-banten-bangun-300-plts |
Untuk PLTS ini sebarannya di Indonesia sudah banyak, salah satunya yang terkenal karena kapasitasnya adalah yang diresmikan Presiden Joko Widodo 27 Desember 2015 yakni PLTS di Dusun Bajaneke Desa Oelpuah, Kupang, NTT. Kapasitasnya nggak tanggung-tanggung sampai 5 MWp. Ribuan modul surya dipasang di lahan seluas 7,5 ha, dimana satu modulnya menghasilkan sekitar 230 watt listrik. Besar sekali bukan....
Memang matahari kadang tidak mau menampakkan wujudnya sesuai yang kita inginkan, jika hujan datang kemampuan menyalurkan listrik biasanya turun hingga lebih dari separohnya. Hmmmm....tapi jangan khawatir, Sistem PLTS ini menggunakan Grid-Connected yang memungkinkan pembangkit tenaga surya ini bekerja secara paralel dan terhubung langsung dengan jaringan listrik utama sehingga tidak menggunakan sistem baterai dan dapat dialirkan ke jaringan listrik eksisting pada siang hari.
Ini baru cerita tentang LTSHE dan PLTS.... dan bicara soal energi terbarukan itu masih buanyaaaak lagi lainnya....jadi ikuti terus kelanjutannya ya....
#15hariceritaenergi
#15hariceritaenergi
Komentar
Posting Komentar