Sebuah Asa di Negeri (Kaya) Matahari

Ayo…ayo…ayo duduk manis dan anteng menghadap laptop, dari sepulang sore tadi kerjaanya sikap lilin mulu, membuang waktu seolah ingin segalanya tertulis rapih tanpa harus mengganggu sikap lilin yang sudah sempurna ini…hehehe

Kendala terbesar dalam diri ini ketika ingin menintakan jejak menjadi cerita untuk dibagi itu bukanlah inspirasi. Tapi yang menjadi momok tersendiri itu adalah memfokuskan diri untuk duduk bersila dengan rapih menghadap ke cahaya display leppi (laptop : red) dan kemudian menarikan jari jemari diatas tuts keyboardnya.  Hufth… coba si “siri” mau diajak kolaborasi di leppi, tinggal cuap-cuap gak jelas, booom langsung jadi deh 300 kata,,wkwkwk…

Well, kali ini dalam cerita yang masih belum bertepi, dalam segmentasi energi, di sub bagian Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berpotensi di pelosok negeri untuk diimplementasi…. Iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii… hee lagi kepengen bikin 1 kalimat dengan rima i. Soalnya hari ini baik di jalan atau dipekerjaan entah kenapa ketika “takjub” pasti refleknya yang keluar tuh huruf.

Matahari, Indonesia dengan rejekinya yang letak geografisnya berada di ekuator serta di lewati garis khatulistiwa memberikan “kenyamanan” untuk sang matahari tak beranjak meninggalkan sinarnya dari Indonesia. Jadi otomatis bisa dikatakan kalau Indonesia itu surplus sinar matahari.  Inilah yang menjadikan keuntungan bagi warga Indonesia yang mau berpikir lebih. Kenapa?? karena ternyata sinar atau cahaya yang dipancarkan matahari itu selain dapat digunakan untuk mengeringkan nasi menjadi gendar (kerupuk dari nasi kering) juga dapat dikonversi menjadi listrik. Tapiii gak begitu aja langsung kita bisa colokin charger HP ke tanah yang disinari matahari. Kita membutuhkan media dengan berteknologikan sel surya atau fotovoltaik.

Surya tenggelam (red: nulisnya sambil ditemani lagu jadul ini)…. Oke jadi karena secara letak geografis tadi bisa dikatakan kalau potensi energi matahari atau energi surya ini sangat besar, yaitu kisarannya mencapai rata-rata 4.5 kWh/m2 dan bila dikalikan dengan luas wilayah yang ada, maka potensi yang tersimpan dari energy surya ini bisa mencapai lebih dari 100.000 Giga Watt peak (GWp), coba deh kalo nggak percaya itung sendiri dengan menggunakan luas daratan yang ada di Indonesia, tentunya angka tersebut lahir bila kita menghitung semua luas wilayah yang tersinari dan potensial, karena energi surya ini dapat dipasang dimanapun, di jalanan, di atas gedung, di semua bagian di permukaan tanah, mungkin sedikit dikurangkan dengan daerah kaldera gunung api, ya kali kita pasang panel surya di atas magma yang sedang mendidih….. Nah, bayangkan bagaimana dahsyatnya bila potensi yang ada digunakan semuanya….

Dari featurenya ESDM yang "Catatan Perjalanan: Pelangi di Atas “Lantai Kaca” DesaAmdui”. Di dalam artikelnya dikatakan bahwa kapasitas energi surya dengan kisaran 30 kWp dapat menerangi 103 rumah di Papua (Tanpa Tv ya sob, karena focus kita Merdeka dari kegelapan). Naaaah coba sekarang sobat kalkulasi sendiri deh, semisal 80%nya aja si potensi energy suryanya Indonesia itu bisa kita optimalkan! Waduuh, bisa kinclong deh peta Indonesia di malam hari (lihat cerita sebelumnya ya disini).

Potensi energi surya ini dapat berjalan seirama dengan pengembangan teknologi yang ada. Sampai saat ini sudah diterapkan 2 teknologi yang ada di Indonesia. Salah satunya yang sudah kita santerkan di cerita sebelumnya, yaitu teknologi photovoltaic (PV). Kata photovoltaic ini sendiri pasti sobat semua sudah pada familiarkan? izinkan Aku untuk mencintaimu,, eh… maksudnya izinkan aku tuk bercerita sedikit, kalau kepleset ditegor dikomen ya sob. Photovoltaic merupakan kata serapan dalam bahasa inggris yang terdiri dari dua buah kata yaitu photo dengan artian cahaya, dan voltaic yang berarti tegangan. Sederhanya adalah teknologi yang dapat mengubah cahaya menjadi listrik.
Secara sederhana, proses “sulap” ini menggunakan bantuan bahan semikonduktor yang dapat melepaskan elektron agar dapat “memercikan” listrik secara dasar.

Perkembangan pengaruh teknologi PV ini bermula diperkenalkan dari ilmuan Jerman bernama Alexandre Edmond Becquerel. Di awal penelitiannya, beliau secara tidak sengaja menemukan gejala peningkatan muatan elektron pada larutan “sulap”nya yang terpapar sinar matahari. Lalu kemudian di awal abad ke-20, seolah meneruskan fenomena larutan “sulap” ilmuan jerman. A.Einstein mulai menemukan dan mengembangkan PV effect  sampai sel surya dari PV tersebut.

Di Indonesia sendiri sudah terdapat 2 jenis teknologi PV yang bisa dikembangkan, yakni PV berbahan utama kristalis/silicon (baik mono maupun poli kristalin) dan thin film. Keduanya memiliki keunggulannya masing-masing dari segmentasi karekteristik dan efisiensi.
Didalam pengembangannya, PV ini terdiri dari lembaran semikonduktor. Paling tidak dalam penggunaanya dua lapisan. Peruntukkannya untuk lembaran semikonduktor negatif dan lembaran semi konduktor bermuatan positif.

”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson

Secara konvensional lembaran semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Lembaran negatif mempunyai kelebihan elektron. Sedangkan lembaran positif kelebihan “hole” dalam struktur atomnya maka terjadilah doping material dengan atom dopant. Dari terjadinya proses pengisian ini akan membentuk medan listrik sehingga dapat diekstrak oleh material kontak untuk terciptanya listrik.




Sadis bin kece bet ya Sob kalau kita sendiri bisa memanfaatkan energi surya ini, apalagi untuk membantu sobat-sobat kita di daerah yang susah dijangkau oleh jaringan listrik. Panel surya memang sejauh ini harganya masih mahal untuk dipasang secara pribadi. Namun, Pemerintah memprioritaskan dan juga memudahkan masyarakat di daerah terisolir untuk dibangun PLTS terpusat maupun dengan pemasangan LTSHE yang secara prinsip sama dengan PLTS ini, bedanya hanya pada proses penyimpanan arus listriknya. Pemerintah juga memudahkan pengusahaan PLTS ini untuk IPP (Independent Power Producer) dengan memberikan kemudahan investasi bagi swasta melalui Peraturan Perundang-undangan, baik yang dikeluarkan Presiden maupun Menteri ESDM.


Pembahasan tentang tenaga mataharinya diudahin dulu deh,, kan Negara yang terkenal dengan sebutan Negara Matahari itu Jepang bukan Indonesia...hehehe trus?? Lier…gak tau tulisan akhir ini maksudnya apa…hehehe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sesederhana Kopi dan Roti

Mau Dibawa Kemana Listrik Indonesia? (Episode : "Pengendali Udara")

Ketika Panas (Bumi) Jadi Anugerah Negeri